LEBONG - Orangtua mana yang tidak ingin anaknya lahir dengan kondisi fisik sempurna. Tapi takdir tidak bisa dielak. Nasib malang ini dialami Aisyah Wiramadani (5), gadis cilik yang tinggal di Desa Karang Anyar, Kecamatan Lebong, Tengah Kabupaten Lebong ini, harus hidup dengan mata satu. Satu biji matanya tumbuh tidak sempurna, dengan kelopak mata yang tak bisa tertutup serta bibir sumbing dan rongga mulut tidak dilengkapi langit-langit yang sempurna. Berikut laporannya.
Aisyah Wiramadani yang lahir 30 Juni 2011 di Desa Karang Anyar dalam kesehariannya lebih banyak berdiam diri di rumah ditemani ibunya, Dewi Sartika (35). Tempat tinggal Aisyah bertetanggaan sekitar 200-an meter dengan Wakil Bupati Lebong Wawan Fernandez, SH, M.Kn.
Walau belum begitu mengerti dengan kondisi fisiknya yang abnormal, gadis mungil nan malang itu sudah terbiasa tidak bermain di luar rumah semi permanen berukuran 4×6 meter milik paman ibunya yang ditempati bersama keluarganya. Itu semua karena Aisyah takut dimarah ibunya yang memang melarang dirinya main di luar rumah.
Sekilas, hidupnya sama seperti bocah normal lainnya. Bedanya, kondisi fisik Aisyah tidak sekuat anak seusianya. Itu semua karena kelainan bentuk fisik yang dialaminya. Hampir setiap bulan, Aisyah pasti dibawa ke RSUD Lebong karena mengalami demam tinggi dan terkadang tubuh yang agak mengejang. Itu semua karena rasa sakit yang muncul dari bagian mata kanannya yang cacat lahir.
Bahkan saat makan dan minum, bungsu dari 2 bersaudara itu tidak bisa berlaku seperti manusia normal lainnya. Makanan yang dikonsumsi Aisyah tidak bisa dikunyah lama, lebih sering langsung ditelan bulat-bulat.
Kalau dikunyah, sebagian nasi atau air yang diminum bisa keluar lewat bagian mata kanannya yang tembus ke rongga mulutnya. Makanya orangtuanya lebih sering membuatkannya nasi bubur.
“Kalau kata dokter, kelainan fisik anak kami ini bukan karena penyakit. Tetapi memang pertumbuhannya yang tidak sempurna selama masa kandungan,” kata Yes Tadi (38), ayah Aisyah.
Walaupun ia tidak bisa memastikan konsumsi gizi istrinya selama mengandung Aisyah, Yes Tadi merasa pola makan istrinya tidak ada bedanya ketika mengandung M. Dio Efri Pratama (15), satu-satunya kakak Aisyah yang kini duduk di bangkus kelas IX SMPN 2 Lebong Tengah.
Saat dilahirkan oleh di RSUD Lebong, orangtua Aisyah sempat shock mendapati kondisi fisik gadis mungil yang sebenarnya cerdas namun agak pemalu itu. Walau detak jantung dan organ fisik lainnya sempurna, Aisyah sempat dirawat sepekan. Karena kondisinya normal-normal saja akhirnya dibolehkan dibawa pulang.
Namun dokter yang menangani Aisyah sempat menyampaikan kepada orangtua Aisyah agar gadis malang itu dioperasi. Tidak hanya 1 operasi, tetapi 3 operasi. Tetapi belum bisa langsung dilakukan, harus menunggu usia Aisyah 1 tahun.
“Operasi pertama khusus untuk bibir Aisyah yang sumbing. Operasi berikutnya adalah lagit-langit di rongga mulut dan operasi kelopak dan biji mata kanannya yang hanya ada bagian hitamnya saja,” terang Yes Tadi.
Namun upaya untuk penyembuhan Aisyah terbentur dana. Keluarga orangtuanya tergolong ekonomi lemah. Dengan pekerjaan sebagai petani sawah paroan, Yes Tadi tak sanggup mengeluarkan biaya puluhan juta rupiah untuk operasi itu. Dengan luas sawah 2 bidang yang hasil panennya 50 karung setahun dan itupun harus dibagi 2 dengan pemilik sawah, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja Yes Tadi sudah ngos-ngosan.
“Dulu saat operasi pertama, yakni untuk bibir anak kami yang sumbing semua biaya digratiskan. Namun untuk operasi kedua dan ketiga, kami tak punya uang. Kami sangat mengharapkan bantuan dermawan demi kesembuhan anak kami. Besar harapan kami Aisyah bisa lebih baik dengan kondisinya saat ini,” tutur Yes Tadi dengan mata yang berkaca-kaca. (***)