BeritaBengkulu.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya melunak. Larangan penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk gaji guru honorer dihapus. Ketentuan ini berlaku untuk seluruh jenjang pendidikan.
Pencabutan larangan itu diantaranya mengakomodasi tuntutan para guru dan pengelola sekolah. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Mihammad mengatakan, sebelumnya ada larangan dana BOS dilarang untuk gaji guru honorer. “Sekarang sudah dibolehkan kembali,” katanya di Jakarta kemarin. Namun lampu hijau itu ditambahi dengan penurunan batas maksimal penggunaan dana BOS untuk gaji guru honorer.
Sebelum keluar pelarangan, batas maksimal dana BOS untuk gaji guru honorer dipatok Rp 20 persen. Jadi misalnya ada sekolah mendapat kucuran dana BOS Rp 200 juta per tahun, maka untuk gaji guru maksimal Rp 40 juta per tahun. Namun sekarang batas itu diturunkan menjadi maksimal 15 persen. Jadi jika ada sekolah mendapatkan alokasi dana BOS Rp 200 juta, maka plafon maksimal untuk gaji guru honorer hanya Rp 30 juta.
Hamid mengatakan dana BOS harus diutamakan untuk kepentingan siswa. Sementara untuk guru, disiapkan tunjangan profesi untuk yang PNS maupun honorer. Kemudian juga ada tunjangan fungsional guru honorer yang belum memperoleh tunjangan profesi. Selain itu juga ada tunjangan khusus bagi guru yang bekerja di daerah khusus.
Menurutnya dana BOS adalah alokasi dana dari pemerintah pusat untuk operasional sekolah. Sedangkan urusan kesejahteraan guru, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (pemda). Pemda seharusnya mengalokasikan anggaran sendiri, di luar transfer dari pusat, untuk menggaji guru honorer di wilayahnya.
Meskipun secara persentase alokasi dana BOS untuk gaji guru honorer turun (dari 20 persen ke 15 persen), namun bisa jadi anggarannya naik. Sebab ada kenaikan satuan biaya dana BOS. Misalnya di SD naik dari Rp 580 ribu/siswa/tahun naik jadi Rp 800 ribu/siswa/tahun. Sedangkan untuk jenjang SMP naik dari Rp 710 ribu/siswa/tahun naik jadi Rp 1 juta/siswa/tahun. Sementara di SMA naik dari Rp 1,2 juta/siswa/tahun naik jadi Rp 1,4 juta/siswa/tahun.
Selain membayar gaji guru honorer, dana BOS digunakan untuk membiayai 12 komponen kegiatan lain. Yakni perpustakaan, pembiayaan penerimaan siswa baru dan ekstrakurikuler. Kemudian ujian dan ulangan, beli bahan habis pakai, langganan daya dan jasa, perawatan sekolah, pengembangan profesi guru, membantu siswa miskin, komputer, pembiayaan pengelolaan BOS, dan biaya tak terduga.
Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah berharap alokasi dana BOS untuk gaji honorer yang 15 persen itu dikaji ulang. “Masih terlalu sedikit,” katanya. Sebab masih banyak sekolah yang lebih banyak guru honorernya.
Contohnya sebuah SD di Garut ada yang guru PNS-nya satu orang sementara guru honorernya tujuh orang. “Guru PNS nya merangkap kepala sekolah,” ungkapnya. Ada juga sebuah SD yang memiliki tiga guru PNS dan tujuh guru honorer.
Ferdiansyah mengatakan sekolah berharap alokasi dana BOS bisa ditambah sampai 40 persen. Khususnya di sekolah yang jumlah guru honorernya mendominasi. Kalaupun pemerintah keberatan bisa diambil jalan tengahnya kembali ke 20 persen atau sekitar 30 persen. (***)