BeritaBengkulu.id - Semua sekolah swasta, baik SMA, MA, maupun SMK se- Kalimantan Timur (Kaltim) mengancam boikot ujian nasional (UN) tahun 2017.
Pemicunya, Pemprov Kaltim tidak memberikan bantuan operasional sekolah (BOS) provinsi dan insentif kepada sekolah dan guru swasta.
Padahal, sebelum pelimpahan kewenangan pendidikan menengah dari kabupaten/kota ke provinsi alokasi anggaran tersebut dikucurkan.
Seorang anggota musyawarah kerja kepala sekolah swasta (MKKSS) se-Kaltim yang enggan disebutkan namanya mengatakan, BOS provinsi dan insentif guru di sekolah swasta sejak pelimpahan wewenang pendidikan ke Pemprov Kaltim ditiadakan.
Itu berdasarkan kesimpulan rapat pada Selasa, 28 Februari 2017, di Ruang Rapat Battiwakal, Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda. Dalam rapat yang dihadiri Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) serta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim BOS provinsi, TTP guru hanya diberikan untuk sekolah dan pendidik negeri. Adapun untuk sekolah swasta nol.
“Sebelum peralihan BOS dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sekolah swasta dapat. Tapi setelah pelimpahan, Pemprov Kaltim benar-benar tutup mata. BOS provinsi dan insentif guru sama sekali tidak dapat,” ujar dia.
Dikatakan, selama ini sekolah swasta sangat mengandalkan kucuran dana dari BOS provinsi maupun kabupaten/kota. Sebelum peralihan, total BOS dari pusat hingga kabupaten/kota yang diterima untuk SMA sebesar Rp 3,4 juta per siswa per tahun dan SMK sebesar Rp 3,9 per siswa per tahun.
Perinciannya, BOS siswa dari pusat untuk SMA dan SMK Rp 1,4 juta per tahun, dari provinsi untuk SMA Rp 1 juta per tahun dan SMK Rp 1,5 juta per tahun. Sementara itu, dari kabupaten/kota untuk SMA dan SMK Rp 1 juta per tahun.
Namun, sejak peralihan, sekolah swasta hanya mendapat jatah BOS pusat sebesar Rp 1,4 juta per siswa per tahun. Sementara sekolah negeri masih mendapat kucuran BOS dari pusat maupun provinsi.
Ketimpangan tersebut juga terjadi dalam urusan pembagian insentif guru. Jika sebelumnya guru swasta mendapat insentif yang sama dengan guru negeri, yakni Rp 700 ribu dari provinsi dan Rp 300 ribu dari Pemkot Samarinda atau total Rp 1 juta per guru per bulan.
Maka, sejak pelimpahan per 1 Januari 2017 hanya guru sekolah negeri yang menerima insentif. Bahkan, nominal insentif guru PNS negeri yang diterima lebih besar mencapai Rp 3 juta per bulan dan honorer Rp 1,5 juta per bulan. “Pemprov lepas tangan sama sekali,” tegasnya.
Menurut dia, dihapuskannya BOS provinsi dan insentif guru di sekolah swasta sangat menyiksa. Karena selama ini sekolah maupun guru swasta mengandalkan bantuan tersebut. Apalagi, menjelang ujian sekolah dan nasional kebutuhan operasional semakin besar. “Kami minta jangan ada diskriminasi. BOS provinsi dan insentif guru di sekolah swasta tetap diakomodasi. Pendidikan tanggungjawab bersama,” tuturnya.
Ketiadaan BOS provinsi dan insentif guru di sekolah swasta tersebut, terang dia, bakal berimbas besar pada saat UN 2017 digelar. Sekolah swasta mengancam mogok menggelar ujian dan menyerahkan pelaksanaannya kepada sekolah negeri. Sekolah yang dibiayai pemerintah.
“Memang kami bisa melakukan pungutan. Tapi, bukan solusi. Rata-rata yang bersekolah di swasta dari kalangan ekonomi tidak mampu, bayar Rp 100 ribu saja sulit. Apalagi kondisi ekonomi saat ini sedang sulit. Ditolak atau diberhentikan apa dibiarkan siswa telantar tidak sekolah?” ujarnya.
Dikonfirmasi, Sekretaris Disdikbud Kaltim Sudirman mengatakan, masalah BOS provinsi dan insentif di sekolah negeri maupun swasta belum final. Artinya, masih ada peluang bagi sekolah swasta agar diakomodasi oleh Pemprov Kaltim. Itu jika kondisi keuangan daerah memang memungkinkan.
“Kami upayakan tetap diakomodasi semua baik swasta maupun negeri. Disdikbud ini sekadar mengusulkan, keputusan diakomodasi atau tidak ada di Pemprov Kaltim (gubernur),” tegas Sudirman.
Dia sepakat, urusan pendidikan merupakan masalah penting yang mesti mendapat perhatian ekstra. Karena menyangkut masa depan bangsa. Tanpa membedakan sekolah berstatus negeri maupun swasta. Namun, karena keuangan daerah yang sedang defisit, dia meminta masyarakat bisa paham.
Keterlibatan warga sangat dibutuhkan. Karena berdasarkan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, urusan pendidikan menjadi kewenangan pemerintah, swasta, dan masyarakat. “Jangan sampai mogok UN!” ujar dia.
Dia menambahkan, ancaman sekolah swasta untuk tidak mengikuti UN 2017, tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun. Sebab, pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) maupun ujian nasional kertas dan pensil (UNKP) dibiayai seluruhnya oleh APBN. Pada 2017, total anggaran yang dikucurkan sekitar Rp 8 miliar.
“Kalau tetap mogok pasti diberikan sanksi karena merugikan siswa sehingga tidak bisa ujian. Pengelola yayasan akan diberi hukuman sesuai peraturan yang berlaku,” ucapnya.
Senada, Sekretaris Panitia UN 2017 Disdikbud Kaltim Simon menyatakan, sekolah negeri maupun swasta wajib menggelar UN 2017. Jika tidak, sekolah bakal berat.
“Masalahnya dibicarakan dong. Datang ke Disdikbud, kan sampai sekarang tidak datang ke sini, bagaimana mau bicara solusi?” tutur Simon.
Selain itu, dia mengatakan, pelaksanaan ujian nasional baik di sekolah negeri maupun swasta jenjang SMP, MTS, SMA, SMK, MA, SLB ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat melalui APBN. Seperti honorarium pengawas, proktor, dan penggandaan soal ujian sekolah berbasis nasional (USBN).
“Jangan sampai masalah BOS provinsi dan TTP mengganggu ujian. Tetap harus dilaksanakan,” jelas Simon. (***)