BeritaBengkulu.id - Yayasan Pusat Pendidikan dan Pemberdayaan untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu mencatat sepanjang 2016 angka kasus kekerasan terhadap perempuan di Bengkulu sebanyak 275 kasus.
Menurut Direktur PUPA Bengkulu, Susi Handayani, dari ratusan kasus, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mendominasi pengaduan ke PUPA, dengan persentase 86%.
''Dari jumlah kekerasan itu 26 kasus di antaranya langsung kita dampingi,'' kata Susi.
Di Bengkulu, sambung Susi, kasus perkosaan dialami 155 korban dengan persentase 86%, sedangkan pelecehan seksual 14% dan KDRT sebesar 16%. Dari persentase tersebut, 95% pelaku dikenal korban dan memiliki relasi personal. Seperti, suami, pacar atau keluarga kandung lainnya.
''Ini penanda bahwa rumah atau lingkungan terdekat sudah tidak aman untuk perempuan,'' jelas Susi.
Susi menambahkan, dari jumlah kekerasan yang terjadi di Bengkulu, sebanyak 64% di antaranya dialami perempuan yang berusia di bawah 18 tahun. Di mana, usia terbanyak yang menjadi korban, direntang usia 13 hingga 18 tahun, dengan persentase 44%.
Berangkat dari sini, kata Susi, putus sekolah adalah dampak yang seringkali dialami korban baik karena malu maupun dikeluarkan dari sekolah.
''Sudah seharusnya mekanisme perlindungan berbasis komunitas atau masyarakat harus segera dibangun agar komunitas menjadi kontrol dan tempat pertama bagi korban untuk memperoleh perlindungan,'' ujarnya.
''Untuk itu, menjadi prioritas membangun mekanisme perlindungan berbasis sekolah, yang mana anak yang menjadi korban bisa meminta sekolah untuk mendampingi merujuk ke lembaga pelayanan,'' ujarnya.
Dari sisi pelaku, 36% pelaku di bawah usia 18 tahun, 64% berusia dewasa. Dari persentase itu, angka terbanyak berada direntang usia 25 hingga 40 tahun dengan persentase 35,1%.
Susi mengatakan, persoalan kekerasan secara terus menerus meneror perempuan dari masa ke masa. Sehingga, kata dia, mesti adanya pembentukan sistem layanan terpadu penanganan kekerasan terhadap perempuan di Bengkulu.
Dengan adanya sistem tersebut, segala unsur akan terlibat dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Di mana, dalam sistem layanan terpadu ini, terdapat aparat kepolisian, rumah sakit, dinas sosial serta lembaga pelayanan.
''Di Bengkulu ada sistem pelayanan terpadu. Jadi, salah satu untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan sistem ini sangat dibutuhkan,'' ujarnya.
(OK)
KDRT di Bengkulu Masih Marak
BeritaBengkulu.id - Yayasan Pusat Pendidikan dan Pemberdayaan untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu mencatat sepanjang 2016 angka kasus kekerasan terhadap perempuan di Bengkulu sebanyak 275 kasus.
Menurut Direktur PUPA Bengkulu, Susi Handayani, dari ratusan kasus, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mendominasi pengaduan ke PUPA, dengan persentase 86%.
''Dari jumlah kekerasan itu 26 kasus di antaranya langsung kita dampingi,'' kata Susi.
Di Bengkulu, sambung Susi, kasus perkosaan dialami 155 korban dengan persentase 86%, sedangkan pelecehan seksual 14% dan KDRT sebesar 16%. Dari persentase tersebut, 95% pelaku dikenal korban dan memiliki relasi personal. Seperti, suami, pacar atau keluarga kandung lainnya.
''Ini penanda bahwa rumah atau lingkungan terdekat sudah tidak aman untuk perempuan,'' jelas Susi.
Susi menambahkan, dari jumlah kekerasan yang terjadi di Bengkulu, sebanyak 64% di antaranya dialami perempuan yang berusia di bawah 18 tahun. Di mana, usia terbanyak yang menjadi korban, direntang usia 13 hingga 18 tahun, dengan persentase 44%.
Berangkat dari sini, kata Susi, putus sekolah adalah dampak yang seringkali dialami korban baik karena malu maupun dikeluarkan dari sekolah.
''Sudah seharusnya mekanisme perlindungan berbasis komunitas atau masyarakat harus segera dibangun agar komunitas menjadi kontrol dan tempat pertama bagi korban untuk memperoleh perlindungan,'' ujarnya.
''Untuk itu, menjadi prioritas membangun mekanisme perlindungan berbasis sekolah, yang mana anak yang menjadi korban bisa meminta sekolah untuk mendampingi merujuk ke lembaga pelayanan,'' ujarnya.
Dari sisi pelaku, 36% pelaku di bawah usia 18 tahun, 64% berusia dewasa. Dari persentase itu, angka terbanyak berada direntang usia 25 hingga 40 tahun dengan persentase 35,1%.
Susi mengatakan, persoalan kekerasan secara terus menerus meneror perempuan dari masa ke masa. Sehingga, kata dia, mesti adanya pembentukan sistem layanan terpadu penanganan kekerasan terhadap perempuan di Bengkulu.
Dengan adanya sistem tersebut, segala unsur akan terlibat dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Di mana, dalam sistem layanan terpadu ini, terdapat aparat kepolisian, rumah sakit, dinas sosial serta lembaga pelayanan.
''Di Bengkulu ada sistem pelayanan terpadu. Jadi, salah satu untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan sistem ini sangat dibutuhkan,'' ujarnya.
(OK)